Rohmat Budi meniti jalan hijrah hijau setelah keluar dari jeruji besi, dari pemulung hingga menjadi pelopor gerakan bank sampah di Tegal, Jawa Tengah.
Banyak orang mungkin tak pernah membayangkan bahwa seorang mantan narapidana bisa menjadi pemimpin gerakan lingkungan. Tetapi itulah kisah hidup Rohmat Budi (48), Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Daerah Muhammadiyah (MLH PDM) Tegal, sekaligus pendiri dan Ketua Perkumpulan Pengelola Bank Sampah (PERBANUSA) Jawa Tengah. Perjalanan hidupnya bukan hanya menginspirasi, tetapi juga membuktikan bahwa perubahan besar bisa lahir dari tempat paling gelap.
Kisahnya bermula di dalam Lembaga Pemasyarakatan Tegal, tempat ia mendekam selama tiga bulan karena kasus ringan. Di balik jeruji itulah, Rohmat mulai merenung. Keluar dari lapas, ia tak membawa banyak hal, kecuali tekad dan semangat hidup baru.
“Saya tidak ingin kembali ke masa lalu. Saya harus mencari jalan yang bisa memberi manfaat, baik untuk saya sendiri maupun orang lain,” ujarnya saat ditemui dalam kegiatan Program 1000 Cahaya Muhammadiyah di Tegal, Oktober 2024.
Ia memulai hidup baru sebagai pemulung. Berbekal karung bekas dan besi pengait, ia menyusuri gang-gang perumahan dari jam 06.00 pagi hingga menjelang siang, memungut barang-barang bekas yang bisa dijual. Penghasilannya tak seberapa, hanya sekitar Rp40.000 per hari, tetapi cukup untuk bertahan hidup.
“Saya belajar dari bawah, dari bau, dari lelah, dan dari rasa malu,” kenangnya dengan suara lirih.
Enam bulan kemudian, hidupnya berubah saat ia mengikuti sebuah pelatihan tentang bank sampah. Di situlah ia menemukan sistem pengelolaan sampah berbasis kepercayaan, di mana warga bisa menabung sampah dan hasilnya ditukarkan dengan uang atau kebutuhan pokok.
“Saya sangat terinspirasi. Kalau pengelolaan sampah bisa dilakukan tanpa modal besar, kenapa tidak saya coba?” katanya.
Tahun 2013, ia mendirikan Bank Sampah Hijau Daun, yang kemudian mendapat pengakuan dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Tegal. Tak lama, ia ditunjuk menjadi Ketua Paguyuban Bank Sampah se-Kota Tegal. Kerjanya tak hanya mengelola, tetapi juga mengedukasi masyarakat, menyusun sistem administrasi, dan mengorganisasi pemulung agar lebih sejahtera dan terorganisasi.
Pada 2019, ia dipercaya Kelurahan Panggung untuk mengelola Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Kiprahnya semakin meluas ketika forum silaturahmi nasional pengelola sampah mendorong pendirian Perkumpulan Pengelola Bank Sampah Nusantara (PERBANUSA).
Selama tiga tahun menjadi ketua, Rohmat berkeliling dari Pati hingga Brebes, dari Cilacap sampai Kendal. Ia berdiskusi, mengadakan studi banding, dan menulis buku-buku panduan pengelolaan sampah yang efektif dan efisien.
Kini, lewat Program 1000 Cahaya yang digagas Muhammadiyah dan didukung ViriyaENB, Rohmat menjadi tokoh kunci dalam gerakan lingkungan di Jawa Tengah. Ia mengisi berbagai workshop, berbagi praktik baik di forum nasional, dan terus membangun jejaring dengan berbagai komunitas.
Menurut Koordinator Program 1000 Cahaya, kolaborasi dengan sosok seperti Rohmat sangat penting.
“Kami tidak hanya mencari pemimpin, tapi juga pelaku perubahan yang lahir dari realitas masyarakat. Pak Rohmat adalah contoh hidup bahwa perubahan bisa dimulai dari kesadaran individu dan dorongan untuk bangkit,” ujarnya.
Bersama Muhammadiyah, Rohmat kini menjadi inspirasi bagi banyak anak muda dan komunitas akar rumput. Lewat kegiatan pelatihan, penguatan kapasitas, dan advokasi lingkungan, ia membawa semangat baru dalam pengelolaan sampah yang berkeadilan, inklusif, dan berbasis masyarakat.
“Sampah itu masalah semua orang. Tapi kalau kita kelola dengan cara yang benar, ia bisa jadi berkah,” tutupnya dengan senyum, di hadapan tumpukan kardus dan botol plastik yang tak lagi dipandang sebagai limbah, melainkan cahaya perubahan.